Click Click NOW

Thursday, December 30, 2010

Pelajaran dari Bukit Jalil (Yang ngaku suporter sejati TimNas wajib baca)


Perhelatan Piala AFF 2010 yang telah dinanti akhirnya digelar juga. Untuk fase penyisihan grup, Indonesia menjadi tuan rumah bersama Vietnam.

Indonesia berada di dalam grup yang cukup berat bersama Malaysia, Laos, dan Thailand.

Namun di luar prediksi kebanyakan pecinta bola di tanah air, tim nasional kita tampil begitu luar biasa. Indonesia meraih nilai sempurna 9 poin dengan rekor gol yang sangat mengesankan, yaitu 13 gol.

Kita hempaskan Thailand dengan skor 2-1 di pertandingan terakhir. Sudah lama rasanya kita tidak mengalahkan salah satu raksasa sepak bola di Asia Tenggara ini.

Ketika memasuki babak semifinal, saya sebenarnya mengharapkan timnas akan berhadapan dengan Singapura. Saya dan teman-teman suporter lainnya sudah bertekad untuk menyaksikan langsung aksi timnas di kandang lawan.

Timnas akhirnya bertemu dengan kekuatan baru Filipina di semifinal. Karena satu dan lain hal, dua pertandingan semifinal dilaksanakan di Jakarta. Dengan susah payah, tim kita akhirnya mampu mengungguli keperkasaan tim Filipina yang didukung oleh sembilan pemain naturalisasi mereka.

Di final, tim Malaysia sudah menunggu kita yang secara mengejutkan mampu menumbangkan juara bertahan Vietnam.

Seketika itu juga saya langsung memesan tiket pesawat untuk ke Kuala Lumpur. Cita-cita saya untuk menyaksikan timnas di kandang lawan akhirnya terwujud.

Atas bantuan seorang teman saya dapat memperoleh tiket pertandingan di National Stadium Bukit Jalil.

Menjelang pertandingan saya sangat antusias, walau ada sedikit perasaan was-was mengingat sentimen kedua negara serumpun ini cukup besar. Namun rasa tersebut langsung hilang begitu tiba di stasiun kereta Hang Tuah. Para suporter berpakaian kuning-hitam bercampur dengan suporter beratribut merah-putih.

Tidak ada pengamanan yang berlebihan, bahkan saya sempat mengobrol santai dengan seorang suporter Malaysia.

Kita semua menggunakan kereta yang sama menuju Bukit Jalil. Keriuhan dan antusiasme dari kedua kubu terlihat begitu jelas. Kegaduhan saling adu yel, pekikan suara terompet, dan dentuman drum benar-benar membuat suasana menjadi begitu hidup.

Namun bukannya rasa mencekam, semuanya justru terlihat begitu indah. Tidak ada bentrokan yang terjadi, kedua kubu yang berbeda ini dapat saling berdampingan bahkan bisa bertegur sapa secara akrab dan berfoto bersama. Sangat damai.

Tidak ada intimidasi yang saya rasakan sama sekali selama berada di Malaysia. Beberapa insiden kecil seperti pelemparan botol di stadion hanya dilakukan oleh segelintir orang saya, yang menurut saya tidak mampu merusak susana harmonis yang sudah terbangun.

Saya jelas sedih melihat tim kebanggaan kita kalah. Namun namun ada hal lain yang membuat saya jauh lebih sedih dan bahkan malu.

Saya dan suporter Indonesia lainnya dapat menonton dan mendukung timnas kita berlaga dengan aman dan tenang, sementara kondisi yang berbeda terjadi di Jakarta.

Saya masih ingat ketika beberapa orang Malaysia terpaksa harus meninggalkan stadion Gelora Bung Karno karena pihak keamanan tidak bisa menjamin keselamatan mereka yang mendapat lemparan botol dan umpatan dari para suporter Indonesia di tribun atas.

Di lain sisi suporter Malaysia sama sekali tidak melakukan intimidasi apapun selama saya dan teman-teman berada di Malaysia.

Saya bebas berjalan mengenakan atribut timnas Indonesia selama berada di Kuala Lumpur,. Bahkan bahkan beberapa warga Malaysia menegur saya dan berkata “good luck for tonight.” Suatu sikap yang harus dipelajari oleh suporter Indonesia yaitu bagaimana menjadi tuan rumah yang baik.

Ketika lagu Indonesia Raya berkumandang, tidak ada cemoohan yang terdengar. Pemandangan yang berbeda diterima oleh timnas Malaysia ketika lagu kebangsaan mereka dinyanyikan.

Ketika tim mereka meraih kemenangan, tidak ada ejekan berlebihan apalagi intimidasi yang kami terima. Mereka tetap mampu menunjukkan respek kepada kami selaku suporter lawan.

Tulisan ini bukan untuk menjelekkan negara sendiri ataupun memuji Malaysia setinggi langit.

Saya hanya ingin berbagi pengalaman yang saya rasakan ketika menonton pertandingan sepak bola antara timnas Indonesia dan Malaysia di Bukit Jalil.

Ada satu nilai yang selama ini dilupakan oleh pendukung sepak bola di Indonesia, yaitu menghargai sesama.

Perjalanan kurang dari 24 jam ke negeri Jiran ini banyak mengajarkan saya bagaimana mereka bisa menghargai sesama. Kemudian saya berharap bahwa hal tersebut bisa menginspirasi kita semua untuk lebih menghargai sesama.

Unity in diversity. Bhinneka Tunggal Ika.

Salam Berburu !

Aditya Mahendra (@sikribokatro) adalah mahasiswa tingkat akhir di Magister Pendidikan Psikolog Industri dan Organisasi UI dan juga suporter setia Tim Nasional Indonesia.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

CLICK CLICK CLICK